SEKILAS INFO
02-12-2023
  • 1 minggu yang lalu / Selamat Hari Guru Nasional 2023, Sabtu 25 November 2023,”Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar”
  • 2 minggu yang lalu / Selamat melaksanakan Asesmen Bakat Minat Berbasis Komputer (ABMBK) siswa kelas IX 2023/2024, 15-16 November 2023
  • 3 minggu yang lalu / Selamat Hari Pahlawan, 10 November 2023 “Semangat pahlawan untuk masa depan bangsa dalam memerangi kemiskinan dan kebodohan”
18
Feb 2021
0
Pahitnya Perpisahan

Karya :Syarin Aldina

Kelas: 8A

 

                 Namaku Bulan aku adalah seorang pelajar SMP yang sebentar lagi akan menginjak bangku SMA. Aku tinggal bersama ibuku yang bekerja sebagai petani dan ayahku sudah tiada, sehingga rumahku selalu  sepi. Aku mempunyai sahabat sejati namanya adalah Matahari, kami berteman sejak SD, dia adalah penghiburku ketika aku sedang kesepian. Kami tinggal di sebuah pedesaan dan rumah kami  berjauhan.

                  Suatu hari kami berjanji untuk  bertemu di bawah pohon di dekat sawah, itu adalah tempat kesukaan kami karena pemandangannya sangat indah.  Rumahku dan rumah Matahari berbeda arah jadi kami datang sendiri-sendiri menggunakan sepeda.

             “Hai Bulan, ayo duduk di sini” kata Matahari yang ternyata sudah datang terlebih dahulu.

             “Terimakasih Matahari” kata aku sambil melepaskan sepeda lalu duduk di sebelahnya menghadap hamparan sawah yang luas.

            “Sejuk ya” ucap ku memulai pembicaraan.

         Namun Matahari tetap diam seakan lagi memikirkan sesuatu.

             “Hello Matahari, apa yang kamu pikirkan?” ucap ku kembali. 

            “Bulan…” kata Matahari sambil memandang mukaku.

           “Iya, ada apa Matahari?” jawabku yang sangat heran melihat tingkahnya.

            “Beberapa minggu lagi kita akan menginjak bangku SMA, dan aku…” tiba-tiba Matahari memberhentikan perkataannya dan membuang mukanya dari hadapanku, dia seakan ingin menangis.

           “Kenapa Matahari? Kamu mau mengatakan apa?” kataku dengan  penasaran dan semakin heran.

Matahari menghela nafas dengan panjang “Aku…, aku ingin pergi bersekolah di Jakarta, karena ayahku ingin pindah kerja di sana,  aku akan pergi besok lusa,  aku sudah harus mengurus sekolah ku di sana” katanya sambil menutupi tangisnya.

Aku sudah tidak bisa berkata apa apa lagi, mataku berkaca kaca, air mata sudah tidak dapat terbendung. Semilir angin menerpa muka ku, beberapa detik berlalu tanpa kata-kata, menandakan hatiku sedang diperangi oleh luka.

          “Bulan…, aku tidak akan meninggalkanmu untuk selamanya, aku akan datang lain waktu” kata Matahari sambil menghapus air mataku.

           “Apakah kamu lupa kata-kata ku, bahwa aku… seorang Bulan tidak bisa bercahaya tanpa seorang Matahari” kata ku sambil membuang muka darinya.

           “Tapi apakah kamu tahu bahwa Matahari dan Bulan jaraknya sangat jauh dan mereka masih bisa saling melengkapi, begitu juga dengan kita Bulan” ucap Matahari meyakinkan ku.

          “Tapi nanti siapa yang akan menghiburku ketika aku kesepian? Siapa yang akan mendengarkan masalahku jika engkau tidak bersamaku lagi?” ucapku yang masih menangis.

          “Tenanglah Bulan kita masih bisa berkomunikasi melalui ponsel dan kamu masih ada Allah, jika pun kamu ingin bercerita tentang masalahmu. Lagi pula ketika kita sudah dewasa kita tidak akan bisa bersama sepanjang hari bukan?” ucap Matahari agar aku bisa tenang kembali.

                 Ketika Matahari selesai berbicara aku langsung meninggalkannya tanpa berkata apapun. Aku terus mengayuh sepeda ku hingga aku meninggalkannya dengan jauh dan dia terus memanggil namaku namun aku tidak menghiraukannya. Sesampainya di rumah aku hanya bisa menangis, angin malam yang begitu tenang,  tidak bisa menenangkan hatiku yang sedang remuk. Tibalah hari di mana Matahari ingin pergi ke Jakarta, dan akhirnya aku memutuskan untuk datang ke stasiun melihatnya. Aku terus mengayuh sepedaku walau rasanya tak rela jika dia meninggalkan diriku.

          “Matahari…” sorak ku sambil berlari kencang dan membentangkan kedua tangan yang rasanya tak sanggup merasakan pahitnya perpisahan.

Matahari pun berbalik ke arahku dan kami pun berpelukan “Aku kira kamu tidak akan datang melihatku Bulan” kata Matahari sambil membendung air mata dan tersenyum.

         “Maafkan aku Matahari aku terlalu egois, aku yakin kita akan dipertemukan kembali oleh takdir Allah” ucapku yang merasa apa yang diucapkan  seakan akan terjamin kebenarannya.

         “Tenanglah Bulan…, Matahari  pasti akan datang menemuimu ”  kata Matahari yang tersenyum sambil melepaskan pelukan dan mengusap air mataku. Aku hanya bisa tersenyum walau rasanya sakit.

              Sambil menunggu keretanya tiba, aku dan Matahari duduk sebentar sambil bercerita tentang masa depan.

          “Matahari…, jika suatu saat nanti aku mendapatkan beasiswa ke Jakarta untuk berkuliah di sana, maka jangan lupa jemput aku ya…”, kata ku sambil melontarkan senyum kepadanya.

          “Pasti dong” ucap Matahari sambil tertawa kecil.

Kereta yang akan di tumpangi Matahari pun tiba dan Matahari memelukku sebelum dia naik ke kereta.

         “Matahari … sampai kapanpun dan dimanapun jangan lupakan aku sebagai sahabatmu ya”, ucapku sambil memeluknya.

         “Tenanglah Bulan kau adalah sahabat terbaik bagiku, sampai jumpa lain waktu lagi ya…”, kata Matahari yang melepaskan pelukannya dan beranjak naik ke kereta.

         “Da…”, kataku melambaikan tangan di samping keretanya yang akan melaju pergi dari stasiun.

         “Hai Bulan kau pasti bisa melalui ini semua, semangatlah”, gumamku seraya bersepeda meninggalkan stasiun dan kembali tersenyum. Aku yakin suatu saat kami akan bertemu kembali.

Data Sekolah

SMP Negeri 6 Tanjungpandan

NPSN : 10900433

Jl. A. Yani No.03 Tanjungpandan Belitung
KEC. Tanjungpandan
KAB. Belitung
PROV. Kep. Bangka Belitung
KODE POS 33412

Pengunjung

  • 9
  • 473
  • 297
  • 39,623
  • 751,700
  • 402,174
  • 91

Agenda

4 Desember
22 Desember
23 Desember

Peta Lokasi Sekolah